Berpikir seimbang ialah upaya
memanusiakan manusia, banyak diantara kita yang menyombongkan diri karena mampu
menguasai teknologi seperti menerbangkan pesawat kebulan , membanggakan diri
karena mampu mengunjungi tempat-tempat tertentu di dunia dan bahkan terkadang
banyak diantra kita memakai simbol-simbol tertentu untuk menutupi kekuranggan
diri yang nyatanya belum sempurna, kita tidak sadar kebanggaan yang kita
sombongkan itu merupakan sebagian kecil dari berpikir, hanya sepersekian dari
bongkahan otak yang berkapasitas kurang lebih 30 milliar sel dan neuron.
Saat ini kita hanya mampu memakai
sekitar 1 % dari seluruh kapasitas otak, itupun hanya bagian – bagian yang
berkarekter kognitif. Meskipun
sepenuhnya bukan kesalahan kita, akibatnya tetap harus kita tanggung. Seluruh
kehidupan kita sangat terpengaruh dan terkondisikan oleh hal itu, kualitas dan
kuantitas kehidupan menjadi tidak optimal, tidak maksimal , tidak utuh sehingga
sangat berpengaruh pada kondisi fisik dan psikologis seseorang.
Faktor pendidikan, politik ,
kondisi sosial dan norma (doktrin-doktrin tertentu yang mengakibatkan seseorang
tidak mampu berpikir kreatif dan imajinatif, pemahaman tekstual dan kaku
terhadap aturan-aturan keagamaan) sangat berpengaruh pada pola pikir kognitif
bangsa indonesia sat ini. Buaian belenggu penjajah selama 350 tahun ditambah
dominasi penguasa serta sistem yang dijalankan pada masa orde lama membuat
masyarakat kita hidup dalam karakter kognitif yang selalu menunggu dawuh.
Menunggu dawuh merupakan gambaran khas manusia yang semata-mata berkarakter
kognitif (mekanis,sistematis dan tidak kreatif). Manusia yang hidup dibawah
dominasi otak kiri ini adalah manusia yang sepenuhnya bergantung pada perintah
dari atas.
Meskipun demikian, bukan berarti
karekter kognitif adalah sesuatu yang jelek, karakter kognitif tetap merupakan
karakter penting yang juga dianugerahkan oleh Sang Pencipta sebagai genuine parts, karakter-karakter yang
tergabung dalam kelompok kognitif seperti : rasionalis, logis, matematis, dan
analitis, juga dibutuhkan dalam kapasitas yang cukup untuk menjalani kehidupan
yang berkualitas. Tanpa karakter kognitif ini, kehidupan juga tidak akan
mencapai tahapan yang optimal. Manusia pun akan menjadi tidak seimbang.
Karakter kognitif sebetulnya akan
berguna bagi kehidupan apabila didampingi kemampuan karakter yang ada dibagian
otak kanan, yaitu efektif. Karakter ini sebenarnya juga tersedia sebagai
genuine part tubuh kita. Dengan aktifnya
kedua kelompok karakter tersebut dalam kapasitas yang penuh dan seimbang,
kehidupan akan terselenggara dengan baik dan berkualitas.
Keseimbangan otak kiri dan kanan akan menciptakan
harmoni berpikir seseorang menjadi lebih baik dan berkualitas, paling tidak
akan terlihat eksistensi kehidupan yang ditandai dengan :
-
Berpikir terbuka dan siap menerima hl-hal yang
baru tanpa prasangka.
-
Berorientasi tidak hanya pada suatu hasil akhir,
tetapi juga proses.
-
Menerima apa yang ada pada pribadinya secara
jujur.
-
Bebas berpikir dan bertindak,memiliki
sepontanitas dan reflek yang baik.
-
Berani mengikuti nalurinya meskipun terasa tidak
umum.
-
Memiliki empati dan simpati pada lingkungannya
dan berani mengungkapkan secara nyata.
-
Mandiri dan mampu menyikapi kehidupan dengan
baik.
- Memiliki pengalaman dan kehidupan spiritual yang
mendalam dan bukan sekedar ketekunan melakukan ritual.
-
Memiliki sifat-sifat yang wajar, bertingkah laku
normal dan baik bagi lingkungannya.
-
Mempunyai kesehatan fisik dan psikis yang baik
dan terjaga dalam batas normal.
- Cerdas dan memiliki keingintahuan yang besar serta
bersedia mempelajari segala sesuatu secara maksimal.
-
Kreatif , setidak-tidaknya mampu
mengapresiasikan kreatifitas.
-
Percaya diri dan tahu menghargai dirinya serta
memiliki motivasi.
Sebaliknya jika seseorang hanya berpikir kognitf terbelenggu pada dogma-dogma berpikir, tidak adanya harmoni hanya otak kiri yang lebih dominan :
-
-
Hanya berpandangan objektif dan tidak berminat
bahkan walau hanya untuk memikirkan alternatif pandangan lainnya.
-
Berpikir dalam pola tetap, mekanis dan terikat
pada dogma tertentu.
-
Tidak menghargai nalurinya sendiri karena itu
diangapnya tidak masuk akal.
-
Memiliki empati yang minim dan mengungkapkannya
secara sembunyi, karena empati dianggapnya sebagai sesuatu kelemahan yang tidak
pantas diungkapkan.
-
Memiliki ketergantungan pada sesuatu atau
seseorang, tidak berani sepenuhnya mandiri ( ini termasuk ketergantungan pada lembaga)
-
Tidak pernah menglami kehidupan spiritual hingga
ke tingkat puncak, kehidupan spiritual hanya sebatas ritual dan melaksanakan
aturan-aturan yang bersifat dogmatis.
-
Sepenuhnya berpikir dalam pola rasional, logis
dan matematis.
-
Kesehatan fisik dan psikis tergantung pada
faktor di luar diri (medis dan obat / bahan kimia).
-
Tidak percaya pada kekuatan sendiri dan selalu
meragukan kemampuan yang muncul secara sepontan dari dalam diri.
-
Kepercayaannya kepada Tuhan tidak sepenuhnya dan
hanya terbatas pada hal-hal yang dianut oleh norma masyarakat, itupun belum
sepenuhnya tuntas.
-
Memandang agama sebagai suatu status kehidupan
sosial yag memang harus disandang demi kehidupan itu sendiri.
-
Sangat tergantung pada hal-hal yang bersifat
material.
0 komentar:
Posting Komentar